Muhammad Darwisy (w.1923) dilahirkan dari kedua orang tua yang dikenal sangat alim, yaitu KH. Abu Bakar (Imam Masjid Besar Kesultanan Yoggyakarta) dan Nyai Abu bakar (puteri H. Ibrahim, Hoofd/ penghulu Yogyakarta). tak ada yang menampik silsilah Muhammad Darwisy sebagai keturunan keduabelas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan termuka di antara walisongo, serta dikenal pula sebagai pelopor pertama penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa. Silsilah KH. Ahmad Dahlan: Muhammad Darwisy adalah putra KH.Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiai Mrtadla bin Kiai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Jatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim.
Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil, dan sekaligus menjadi tempatnya menimba pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Disinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhamad Abduh, Al-Afgani, Rasyid Ridha, dan Ibnu Tamiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar pada Darwis. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (keislamanan) disebagian dunia Islam saat itu masih bersifat ortodoks (kolot). ortodoks ini dipandang menimbulakan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan dekansi (keterbelakangan) ummat Islam, yang statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau permunian ajaran Islam dengan kembali kepada Al-Qur'an dan Al-Hadis.
pada usia 20 tahun (1888 M), ia kembali ke kampungya, dan berganti nama Haji Ahmad Dahlan (suatu kebiasaan dari orang-orang indonesia yang pulang haji, selalu mendapat nama baru sebagai pengganti nama kecilnya). sepulang dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi Khatib Amin di lingkungan kesultanan Yogyakarta. pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah.
Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan siti walidah, saudara sepuunya sendiri, anak Kiai penghulu Haji Fadhil, yang dikelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang pahlawwan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohana, Siradj Dahlan , Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zahara. Disamping itu, KH.Ahmad Dahlan pernah pula menikkahi Nyai Abdullah, janda H.Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kiai Munawir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinanya dengan ibu Nyai Aisyah (Adik Ajengan penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai yasin, pakulaman Yogyakarta.
pada tahun 1912, Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur'an dan Al-Hadis. Dahlan telah menetapkan bahawa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak dibidang pendidikan.
Gagasan pendiri Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapakan tantangan dan perlawanan baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya, bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rinangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah Air bisa mengatasi semua rintangan.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan Badan hukum. permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan surat ketetapan pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta. Dari pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi daerah lain seperti Serandakan, Wonosari, Imogiri telah berdiri cabang Muhammdaiyah. Hal ini jelas bertentanagan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH.Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain, misalnya Nurul Islam di pekalongan,Al-Munir di Makassar, dan di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan d Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tablig Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.
Sebagai seorang demokrat dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai Algemeene vergandering (persidangan umum).
Pada usia 66 tahun, tepatnya pada tanggal 23 Februari 1923, KH.Ahmad Dahlan wafat di Yoyakarta. beliau kemudian dimakamkan di karang kuncen, Yogyakart. Atas jasa-jasa KH.Ahmad Dahlan maka negara menganugrahkan kepada beliau gelar kehormatan sebagai pahlawan kemerdekaan Nasional. Gelar kehormatan tersebut dituangkan ke SK presiden RI No.657 Tahun 1961, tgl 27 Desember 1961. Dasar-dasar penetapan itu adalah sebagai berikut:
1. KH.Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memeberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam.
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran sosal, dan
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
Sangat lengkap penjelasan biografi artikelny
ReplyDelete