Sunday, March 17, 2019

Keutamaan Usman bin Affan

Sifat Itsar (mendahulukan orang lain) dan kedermawanan Usman bin Affan

Usman adalah salah satu sahabat terbaik Nabi Muhammad saw. Ia tumbuh menjadi pribadi yang lembut kepada sesama mukmin. Hatinya sering tersentuh menyaksikan keadaan mereka. Ia selalu berusaha membantu kesulitan rakyat dan menghilangkan kesedihan mereka, rajin menyambung silaturrahim, memuliakan tamu, memberi pekerjaan kepada orang fakir, membantu yang lemah dan berusaha menghindarkan kesulitan mereka. Ia dikenal penyabar, ramah, dan murah hati, selalu memaafkan kesalahan orang lain. Teladan seluruh tingkah lakunya adalah Rasullah saw. Ia mencontoh perkataan, perbuatan dan perilaku Nabi SAW.





Ada banyak peristiwa yang menunjukkan kesabaran dan ketabahan jiwanya. Dalam setiap kesempatan, ia selalu mendahulukan sikap santun dan maaf, murah hatinya dan tidak bergantung pada dunia. Alih-alih diperbudak dunia, ia menjadikan dunia sebagai sarana untuk mengamalkan akhlak mulia, terutama sikap mengutamakan orang lain di atas kepentingan sendiri. Ia tidak dikuasai dunia sehingga ia tidak menjadi orang yang egois yang mengutamakan kepentingan pribadi dan mengorbankan kepentingan orang lain.

Materi dunia yang melimpah tak mampu mengikat atau membelenggu Usman nin Affan untuk mencintai dunia. Ia selalu menempatkan Allah SWT dan Rasulnya di urutan yang paling tinggi. Hatinya tak pernah terikat kepada dunia sehingga ia dapat setiap saat melepaskan semua miliknya demi kepentingan Allah SWT firmankan dalam Al-Qur'an: "dan barang siapa terjaga dari sikap kikir, mereka itulah orang-orang yang beruntung" (Q.S. At-Taghabun).

Tentu saja ia berhak mendapatkan balasan yang mulia itu karena ia terbiasa membebaskan seorang budak setiap Jumat. Suatu hari Thalhah menyusul Usman sekeluarnya dari masjid. Thalhah berkata, "Aku sudah punya lima puluh ribu dirham yang kupinjam darimu. Aku akan mengutus seseorang untuk menyerahkan kepadamu." Usman menjawab, "Biarlah semua itu kuberikan kepadamu, karena kebaikan akhlakmu."

Juga dikisahkan bahwa sebelum Nabi datang ke Madinah, di sana ada sumur yang disebut sumur Rawmah. Air sumur itu sangat segar. Setiap orang yang ingin minum dari sumur itu harus membelinya. Sumur itu milik seorang Yahudi. Ketika umat Islam semakin berat dihimpit kesulitan, Rasullah menyerukan tawaran, "Barang siapa membeli sumur Rawmah, baginya surga."

Mendengar pernyataan itu, Usman bergegas ingin mendapatkan surga. Ia memberanikan diri membeli sumur itu seharga 35.000 dirham. Ia menggeratiskan siapa saja untuk memanfaatkan air sumur itu, baik yang kaya, miskin, atupunpara musafir. Ini terjadi ada masa pemerintahan Al-Faruq, dimana kaum muslim dilanda paceklik. Karena beratnya kehidupan yang harus dihadapi, tahun itu disebut tahun kelabu. Ketika nestapa semakin memuncak, orang-orang menghadap Umar ra. dan berkata, "wahai khalifah, langit tak menurunkan hujan dan enggan menumbuhkan tanaman. Kita hampir binasa. Apa yang harus kita lakukan?" Umar memandangi mereka dengan wajah pilu. Ia berkata, "sabar dan bertahanlah. Aku berharap Allah SWT memberikan jalan keluar dari keadaan ini sebelum malam tiba."


Sore harinya terdengar kabar bahwa kafila dagang Usman bin Affan telah kembali dari Syaria dan akan tiba di Madinah esok pagi. Usai shalat subuh, orang-orang menyambut kafilah itu. Seribu unta gandum, minyak samin, dan kismis. Seluruh rombongan kafilah dan kendaraannya berkumpul di depan rumah Usman bin Affan ra. Ketika para buruh sibuk menurunkan barang dagangan, para pedagang bergegas menemui Usman. Mereka berkata, "kami akan membeli semua yang engkau bawa, wahai Abu Amr." Usman menjawab, "Dengan senang hati dan aku merasa terhormat. Berapa kalian akan memberikan keuntungan?" mereka berkata, "untuk satu dirham yang engkau beli, kami memberimu dua dirham," "Aku bisa mendapat lebih dari itu", jawab Usman. Lalu mereka kembali menaikkan harga. Usman berkata, "Aku masih mendapat lebih dari yang kalian tawarkan." Mereka menaikkan hari lagi. Usman berkata. Aku masih bisa mendapatkan lebih dari itu. "Mereka berkata, "Wahai Abu Amr, siapakah yang berani memeberimu keuntungan sepuluh kali lipat dari setiap dirham yang kubelanjakan, Adakah diantara kalian yang berani memberiku keuntungan lebih dari itu?" "Tidak, wahai Abu Amr."

"Aku bersaksi kepada Allah SWT, semua yang dibaw kafilah ini kusedahkan kepada fakir miskin di kalangan umat Islam. Aku tidak mengharapkan bayaran sepeser pun. Kulakukan semua itu semata-mata mengharap pahala dan keridhoan Allah SWT". Inilah karakter Usman bin Affan yang termaktub dalam firman Allah SWT:

وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَنْ يُوقَ شُحَّ 
نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُ
Artinya:
dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung

Itu gambaran keimanan dan kedermawanan Usman bin Affan. Walupun memiliki harta yang sangat banyak namun beliau tetap menempatkan Allah dan Rasul-nya di atas segalanya. Bagi para sahabat Nabi, kehidupan akhirat adalah segalanya, dunia yang dimiliki sebagai jalan untuk menghantarkan kebahagiaan di akhirat. Hasan Al-Bashri bercerita, "Aku pernah melihat khalifah Usman bin Affan berbicara di masjid. Ketika ia berdiri, bekas-bekas tanah terlihat di punggungnya. Seseorang berkata, 'Inilah Amirul Mukminin...Inilah Amirul Mukminin......' Sungguh mengagumkan, ia memberikan makanan yang baik-baik kepada orang lain, sedangkan ia hanya makan cuka dan minyak samin. Ia membiarkan lambungnya bekerja keras."

1 comment:
Write comments